NYANYIAN PEPOHONAN TUMBANG
Sampai kapan engkau mengutus perdu dan ilalang
Menyambut angin yang datang bergegas dan beringas
Selepas perjalanan penuh luka menerjang batu-batu karang
Angin tidak pernah lagi merentangkan tangannya
Lalu mesra mendekapku
Burung-burung pipit tidak lagi membuat sangkar
dengan ceceran bulu ketiakku
Dalam janji-janji sepagi gairah ketika wajah bumi tergores rona
Garis-garis keemasan yang melintang di hutan, menebar harmoni
Semesta alam raya dan pengembaraan jejak fantasia
Simfoni ke Enam allegro ma non troppo
Karena kau telah mencampakkannya ke dalam kawah pembuangan
Sampai hilang kepekaan denyut nadimu dalam satu nafas
Kegelisahan purba yang merayu dan menyingkap ujung kain gaunnya
Di antara dengus liar libido yang membuncah
Dalam hisapan syahwati kuncup-kuncup puting susu bidadari
Lalu kau selalu serakah merampasnya
Menggelontorkan dalam deras aliran sungai
Terbentur batu-batu kali sebelum dirajam runcing gergaji besi
Yang berkilau ketajamannya
Cerobong pabrik-pabrik menerjemahkan teks gairah cabulmu
Dengan satu matanya terpicing
“Membalut tubuh-tubuh istri dan mengisi perut anak-anak mereka,” katamu
Galeri-galeri menafsirkannya dalam gemericik penuangan anggur
Dan lengkungan garis senyum jalang perempuan-perempuan
Yang terurai merah, kuning, coklat dan hitam rambutnya
Dan kini etalase kota merayakannya dengan pesta-pesta tak berakhir
Dasi dan gaun sutera membersihkan permukaan dari jelaga dan debu
Mesin-mesin raksasa meraung-raung menguliti bongkahan bulat
Di cacah-cacah dalam puncak ketelanjanganmu
Sebelum dan sesudah aku terlempar di pembaringan tanah gersang
Sebelum dan sesudah tanah gersang terhampar air bah
Sebelum dan sesudah tanah gersang menjadi tungku alas pembakaran bumi
Sebelum dan sesudah kabar bencana jadi bahan cerita layar-layar televisi
Sebelum dan sesudah meja hidangan dibersihkan sewaktu sarapan pagi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar